Contoh
Kasus Hak Pekerja
Masalah Buruh Domestik Separah Kasus TKI
BATAM, KOMPAS.com - Permasalahan
buruh di dalam negeri sama parah dan seriusnya dengan berbagai kasus yang
menimpa Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Bentuk permasalahan, yakni
eksploitasi, ternyata juga dialami tenaga kerja di dalam negeri.
Ada persoalan di negara ini di
mana apa yang dialami pekerja dalam negeri sama seriusnya dengan yang dialami
TKI di luar negeri. "Ini terjadi karena jaminan perlindungan yang menjadi
tanggung-jawab negara masih sangat lemah," kata Anggota Subkomisi Mediasi
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) M Ridha Saleh, Kamis (7/7/2011).
Contoh kasus terakhir adalah
penganiayaan terhadap sejumlah pembantu rumah tangga di tempat penampungan PT
Tugas Mulia, sebuah agen penyalur pembantu rumah tangga di Batam. Kasus ini
terungkap setelah sebagian pembantu rumah tangga lari dari tempat penampungan
pada 19 Juni.
Fakta yang dihimpun Komnas HAM
pasca kejadian, menurut Ridha, setidaknya ada empat hal yang semuanya bermuara
pada praktik eksploitasi. Hal itu meliputi perampokan terhadap hak-hak buruh,
tindak kekerasan, tindak asusila, dan adanya kasus tenaga kerja meninggal
dunia.
Sebanyak sembilan tenaga kerja
yang lari dari PT Tugas Mulia telah melaporkan kasus tersebut ke polisi. Sejauh
ini, polisi telah menetapkan dua tersangka, yakni Budi Sembiring dan Hodi alias
Asiong, masing-masing adalah sopir dan tangan kanan bos PT Tugas Mulia.
"Tidak menutup kemungkinan,
praktik eksploitasi seperti ini juga terjadi di perusahaan-perusahaan lain baik
di Batam maupun di kota-kota lainnya," kata Ridha.
Berdasarkan catatan Kompas,
eksploitasi tenaga kerja juga terjadi di sebagian perusahaan galangan kapal di
Batam yang menyerap ribuan tenaga kerja. Contohnya berupa upah rendah,
tunjangan nihil, Jamsostek tak jelas, dan status kontrak dilestarikan dengan
cara buruh diping-pong dari perusahaan subkontraktor satu ke perusahaan
subkontraktor lainnya.
Ketua Konsulat Federasi Serikat
Pekerja Metal Indonesia Kota Batam Nurhamli menyatakan, terjadi ketimpangan
antara tuntutan dan risiko kerja di satu sisi dengan imbalan di sisi lain.
Buruh di mata perusahaan hanya dinilai sebagai mesin produksi sehingga biayanya
harus ditekan seminimal mungkin.
Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota Batam Riky Indrakari, menyatakan, telah terjadi eksploitasi
dan perdagangan terhadap buruh galangan kapal. Lemahnya pengawasan mulai dari
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sampai Dinas Tenaga Kerja Kota Batam
menyebabkan pelanggaran terus terjadi.
"Bahkan saya berani bilang,
telah terjadi perbudakan atas buruh galangan kapal. Dan ini dilakukan secara
serentak oleh berbagai oknum yang mencari keuntungan pribadi," kata Riky.
Contoh
Kasus Iklan Tidak Etis
Taukah anda iklan provider TEXXX dan XX ? saya rasa mungkin semuanya
sudah mengetahuinya.
betapa sengitnya perang antara
provider Texxx
dan Xx ini bisa kita lihat pada layar kaca tidak
lebih dari 2 minggu patilah kedua provider telekomunikasi itu sudah
berganti iklan , pada awalnya saya pikir hanya iklan biasa tapi makin lama saya
perhatikan , kedua provider telekomunikasi di indonesia ini bukan hanya
menawarkan produkanya saja akan keunggulan produk dari provider telekomunikasi
tetapi kalau kata peapatah "ada udang dibalik batu" yang artinya
selain beriklan mewarkan produk juga mulai membanding-bandingkan provider
kompetitornya. pertama
dari iklannya lalu artisnya kira kira begini kronologisnya:
1. provider xx dahulu menampilkan iklan dengan
artis artis ternama seperti raffi ahmad, baim cilik hingga sule
disitu diceritakan bahwa baim
menipu om yaitu sule.
2. tak lama kemudian munculah
iklan dari Texxxx namun yang mengejutkan artis yang membintangi
iklan tersebut adalah sule yang notabene adalah artis dari Xx disitu diceritakan bahwa sule sebagai artis yang sedang
diwawancarai lalu berkata "kapok dibohongi anak kecil"
3. tak mau kalah dari pesaingnnya
xx
meluncurkan aksinya namun tetap dalam masa kewajaran dimana di sana menceritakan
sulap gelas "ada yang berwana merah dan biru"
4. Texxxx pun kebakran jenggot lalu juga
membuat iklan kembali dimana diceritakan ada kawanan orang yang sedang
melihat tv bilang "ini emang benar, gak pake sulap sulapan...."
5. Texxx dengan jargon sule tampaknya
sedang semangat-semangatnyamengejek kompetitornya dengan membuat iklan baru
lagi dimana disitu memunculkan baim palsu dengan menampilkan bagian
belakangnya, Xx
hingga tampaknya sedikit dewasa karena tidak membalasnya atau mungkin bisa jadi
sedang mempersiapkan serangan balasan.
sebagai informasi .Telkom adalah
pemain dominan di layanan telepon tetap dengan penguasaan pasar 81.24%
sementara indosat hanya 2% dan bakrie telecom hanya 16%, sementara telekom
mengusai telepon bergerak seluler dengan menguasai 59,58% dari total pendapatn
seluler nasional, sedangkan indosat 19,96% dan xl di 19,64%.
BRTI (Badan Regulasi
Telekomunikasi Indonesia) mengharapkan idealnya tarif ritel telekomunikasi
adalah turun dua kali lipat dari penurunan tarif interkoneksi, karena ada
terminasi dan organisai . Namun sebagian kalangan masih mengeluhkan tarif
interkoneski yang baru
ditetapkan kementrian komunikasi dan informatika(kemenkoinfo) karena masih
terlalu tinggi dibandingkan harga pasar.
Tak hanya itu , jika benar
terjadi penurunan tarif, Quality of service yang diberikan kepada pelanggan
jangan sampai merosot. Pengalaman yang sudah-sudah, penurunan tarif yang
terjadi berdampak pada menurunnya kualitas layanan operator .
Contoh Kasus Etika Pasar Bebas
Kasus Dugaan Dumping Terhadap
Ekspor Produk Kertas Indonesia ke Korea
Salah satu kasus yang terjadi
antar anggota WTO kasus antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh
Indonesia melakukan dumping woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia
mengalami kerugian yang cukup besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah
Korsel mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22
persen terhitung 7 November 2003. dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor
produk itu mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel
yang tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta
dolar.
Karenanya, Indonesia harus
melakukan yang terbaik untuk menghadapi kasus dumping ini, kasus ini bermual
ketika industri kertas Korea mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis
produk kertas Indonesia antara lain yang tergolong dalam uncoated paper and
paperboard used for writing dan printing or other grafic purpose produk kertas
Indonesia kepada Korean Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002
dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara
dengan besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo
Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun,
pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia
ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan
PT Indah Kiat diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%.
Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta
diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004
gagal mencapai kesepakatan.
Karenanya, Indonesia meminta
Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui proses-proses
pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan Indonesia terhadap
pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO dalam mengenakan
tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel DSB menilai Korea
telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktek dumping produk
kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan kesalahan dalam
menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian akibat praktek
dumping dari produk kertas Indonesia.
Penyelesaian
Kasus
Dalam kasus ini, dengan
melibatkan beberapa subyek hukum internasional secara jelas menggambarkan bahwa
kasus ini berada dalam cakupan internasional yakni dua negara di Asia dan
merupakan anggota badan internasional WTO mengingat keduanya merupakan negara
yang berdaulat. Dan kasus dumping yang terjadi menjadi unsur ekonomi yang
terbungkus dalam hubungan dagang internasional kedua Negara dengan melibatkan
unsur aktor-aktor non negara yang berasal dari dalam negeri masing-masing
negara yaitu perusahaan-perusahaan yang disubsidi oleh pemerintah untuk
memproduksi produk ekspor. Dumping merupakan suatu tindakan menjual
produk-produk impor dengan harga yang lebih murah dari harga dan ini merupakan
pelanggaran terhadap kesepakatan WTO. Indonesia meminta bantuan DSB WTO dan
melalui panel meminta agar kebijakan anti dumping yang dilakukan korea ditinjau
kembali karena tidak konsisten dengan beberapa point artikel kesepakatan
seperti artikel 6.8 yang paling banyak diabaikandan artikel lainnya dan Indonesia
juga meminta Panel terkait dengan artikel 19.1 dari Understanding on Rules and
Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU) untuk meminta Korea
bertindak sesuai dengan kesepakatan GATT dan membatalkan kebijakan anti dumping
impor kertas yang dikeluarkan oleh mentri keuangan dan ekonominya pada tanggal
7 november 2003.
Yang menjadi aspek legal disini
adalah adanya pelanggaran terhadap artikel kesepakatan WTO khususnya dalam
kesepakatan perdagangan dan penentuan tariff seperti yang tercakup dalam GATT
dan dengan adanya keterlibatan DSB WTO yang merupakan suatu badan peradilan
bagi permasalahan-permasalahan di bidang perdagangan. Ini menegaskan bahwa
masalah ini adalah masalah yang berada di cakupan Internasional, bersifat legal
dan bergerak dalam bidang ekonomi. Sifat legal atau hukumnya terlihat juga
dengan adanya tindakan Retaliasi oleh pemerintah Indonesia karena Korea dinilai
telah bertindak ‘curang’ dengan tidak melaksanakan keputusan Panel Sementara
DSB sebelumnya atas kasus dumping kertas tersebut yang memenangkan Indonesia
dimana retaliasi diijinkan dalam WTO. Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama
Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan mengatakan dalam putusan Panel
DSB pada November 2005 menyatakan Korsel harus melakukan rekalkulasi atau
menghitung ulang margin dumping untuk produk kertas asal Indonesia. Untuk itu,
Korsel diberikan waktu untuk melaksanakan paling lama delapan bulan setelah
keluarnya putusan atau berakhir pada Juli 2006. Panel DSB menilai Korsel telah
melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktik dumping kertas dari
Indonesia. Pengenaan tuduhan dumping kertas melanggar ketentuan antidumping
WTO. Korea harus menghitung ulang margin dumping sesuai dengan hasil panel maka
ekspor kertas Indonesia ke Korsel kurang dari dua persen atau deminimis
sehingga tidak bisa dikenakan bea masuk antidumping.
Panel Permanen merupakan panel
tertinggi di WTO jika putusan Panel Permanen juga tidak ditaati oleh Korsel,
Indonesia dapat melakukan retaliasi, yaitu upaya pembalasan atas kerugian yang
diderita. Dalam retaliasi, Indonesia dapat mengenakan bea masuk atas produk
tertentu dari Korsel dengan nilai kerugian yang sama selama pengenaan Bea Masuk
Anti-Dumping (BMAD). Korean Trade Commision yang merupakan otoritas dumping
Korsel mengenakan BMAD 2,8-8,22 persen terhadap empat perusahaan kertas,
seperti yang telah disebutkan diatas yaitu PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, PT
Pindo Deli Pulp & Paper Mills, PT Indah Kiat Pulp & Paper, dan PT April
Fine sejak 7 November 2003. Dalam membuat tuduhan dumping, KTC menetapkan
margin dumping kertas dari Indonesia mencapai 47,7 persen. Produk kertas yang
dikenakan BMAD adalah plain paper copier dan undercoated wood free printing
paper dengan nomor HS 4802.20.000; 4802.55; 4802.56; 4802.57; dan 4809.4816.
Dalam kasus ini, Indonesia telah
melakukan upaya pendekatan sesuai prosedur terhadap Korsel. Pada 26 Oktober
2006 Indonesia juga mengirim surat pengajuan konsultasi. Selanjutnya,
konsultasi dilakukan pada 15 November 2006 namun gagal. Korea masih belum
melaksanakan rekalkulasi dan dalam pertemuan Korea mengulur-ulur waktu.
Tindakan Korsel tersebut sangat merugikan industri kertas Indonesia. Ekspor
kertas ke Korsel anjlok hingga 50 persen dari US$ 120 juta. Kerugian tersebut
akan berkepanjangan sebab Panel juga menyita waktu cukup lama, paling cepat
tiga bulan dan paling lama enam bulan.
Kasus dumping Korea-Indonesia
pada akhirnya dimenangkan oleh Indonesia. Namun untuk menghadapi kasus-kasus
dumping yang belum terselesaikan sekarang maka indonesia perlu melakukkan
antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping untuk melindungi
industri dalam negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang impor. Selain
itu, diperlukan penetapkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dalam rangka
proses investigasi praktek dumping (ekspor dengan harga lebih murah dari harga
di dalam negeri) yang diajukan industri dalam negeri. selama ini, Indonesia
belum pernah menerapkan BMADS dalam proses penyelidikan dumping apapun padahal
negara lain telah menerapkannya pada tuduhan dumping yang sedang diproses
termasuk kepada Indonesia. Padahal hal ini sangat diperlukan seperti dalam
rangka penyelidikan, negara yang mengajukan petisi boleh mengenakan BMADS
sesuai perhitungan injury (kerugian) sementara. Jika negara eksportir terbukti
melakukan dumping, maka dapat dikenakan sanksi berupa BMAD sesuai hasil
penyelidikan. Karenannya, pemerintah harus mengefektifkan Komite Anti Dumping
Indonesia (KADI) yang merupakan institusi yang bertugas melaksanakan penyelidikan,
pengumpulan bukti, penelitian dan pengolahan bukti dan informasi mengenai
barang impor dumping, barang impor bersubsidi dan lonjakan impor.
Contoh Kasus Whistle Blowing
Pengungkap aib adalah istilah bagi karyawan, mantan karyawan atau pekerja,
anggota dari suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan
yang dianggap melanggar ketentuan kepada pihak yang berwenang. Secara umum
segala tindakan yang melanggar ketentuan berarti melanggar hukum, aturan dan
persyaratan yang menjadi ancaman pihak publik atau kepentingan publik. Termasuk
di dalamnya korupsi, pelanggaran atas keselamatan kerja, dan masih banyak lagi.
Whistle blower bukanlah sesuatu yang baru melainkan sesuatu yang sudah lama
ada. Whistle Blower menjadi sangat polpuler di Indonesia karena
pemberitaan yang menimpa Komisi Pemilihan Umum dengan pihak Whistle Blower
(Khairiansyah, mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)). Itu adalah salah
satu contoh di Indonesia, sebenarnya masih banyak contoh-contoh lain di luar
Indonesia yang menjadi Whistle Blower. Skandal yang terjadi ditubuh KPU adalah
sekandal keuangan. Kita perlu ketahui bahwa skandal perusahaan tidak hanya
menyangkut keuangan melainkan segala hal yang melanggar hukum dan dapat
menimbulkan tidak hanya kerugian tetapi ancaman bagi masyarakat.
Contoh kasus :
Di negara lain Jeffrey Wigand adalah seorang Whistle Blower yang sangat
terkenal di Amerika Serikat sebagai pengungkap sekandal perusahaan The Big
Tobbaco. Perusahaan ini tahu bahwa rokok adalah produk yang addictive dan
perusahaan ini menambahkan bahan carcinogenic di dalam ramuan rokok tersebut.
Kita tahu bahwa carcinogenic adalah bahan berbahaya yang dapat menimbulkan
kanker. Yang perlu diingat bahwa Whistle Blower tidak hanya pekerja atau
karyawan dalam bisnis melainkan juga anggota di dalam suatu institusi
pemerintahan (Contoh Khairiansyah adalah auditor di sebuah institusi pemerintah
benama BPK).
Didalam dunia nyata yang mengalami pelanggran dalam hal hukum tidak hanya
terjadi di dalam perusahaan atau institusi pemerintahan yang dapat menimbulkan
ancaman secara substansial bagi masyarakat akibat dari tindakan WhistleBlowing.
Salah satu tipe dari whistle blower yang paling sering ditemukan adalah tipe
internal Whistle Blower adalah seorang pekerja atau karyawan di dalam suatu
perusahaan atau institusi yang melaporkan suatu tindakan pelanggaran hukum
kepada karyawan lainnya atau atasannya yang juga ada di dalam perusahaan
tersebut.
Selain itu juga ada tipe external Whistleblower adalah pihak pekerja atau
karyawan di dalam suatu perusahaan atau organisasi yang melaporkan suatu
pelanggaran hukum kepada pihak diluar institusi, organisasi atau perusahaan
tersebut. Biasanya tipe ini melaporkan segala tindakan melanggar hukum kepada
Media, penegak hukum, ataupun pengacara, bahkan agen ? agen pengawas
praktik korupsi ataupun institusi pemerintahan lainnya. Secara umum
seoarangwhistle blower tidak akan dianggap sebagai orang perusahaan karena
tindakannya melaporkan tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak
perusahaan.
Secara lengkapnya seorang whistle blower telah menyimpang dari kepentingan
perusahaan. Jika pengungkapan ternyata dilarang oleh hukum atau diminta atas
perintah eksekutif untuk tetap dijaga kerahasiannya maka laporan seoarang
whistle blower tidak dianggap berkhianat. Bagaimanapun juga di amerika serikat
tidak ada kasus dimana seorang whistle blower diadili karena dianggap
berkhianat treason. Terlebih lagi di dalam U.S federal whistleblower status,
untuk dianggap sebagai seoarang whistle blower seorang pekerja harus secara
beralasan yakin bahwa seseorang atau institusi atau organisasi ataupun
perusahaan telah melakukan tindakan pelanggaran hu